Dea, Seni Itu ...

Dea,

seni itu sesuatu yang kecil dan halus,

dekat dengan kebaikan.

Waktu kamu tak lagi bisa melihat hal-hal kecil,

hitung langkahmu.

Lihat seberapa jauh kamu berjarak dengan kebaikan …


Baru-baru ini, sebuah peristiwa membuat Dea terik sepanjang minggu. Setiap hari, Dea seperti berjalan di dalam gumpalan bola api. Ketika menceritakan peristiwa itu kembali, setiap kata seperti menyembur kelahar-laharan.

Karena merasa diperlakukan tidak adil, Dea tak mau menyerah. Apalagi, setiap dipikirkan, selalu ada alasan baru untuk marah. Dea menumpuk kemarahan sebagai kekuatan, mencatat alasan sebagai peluru, mempersiapkan diri segagah-gagahnya jika harus bertempur lagi.

Tapi, Teman-teman, kehilangan energi positif membuat apapun terasa terlalu berat untuk ditopang. Dea tidak lagi bisa melompat-lompat di trotoar. Pun tak cukup jeli menangkap keseharian. Dea juga selalu bangun kesiangan karena merasa lelah sepanjang waktu.

Pada suatu hari yang sendirian, di WC, Dea mengeluh,

"Dea capek sekali, Tuhan ..."

“Aku tau,” jawab Tuhan pendek.

“Kayaknya … kayaknya Dea mau ngalah aja …”


Wuuuuzzz … tahu-tahu Dea merasa seringan angin. Seperti ditiup, Dea terbang menuju pemikiran-pemikiran yang lebih dua arah sifatnya,


“Mungkin Dea terlalu galak, jadi mereka defensif”

“Misi besarnya juga udah beda.”

“Namanya juga orang pusing. Waktu skripsi kan Dea juga gampang marah…”

“Deanya juga udah nggak netral, sih, ke mereka …”


Dan Teman-teman, percaya atau tidak, membantu lawanmu menopang kesalahan, ternyata membuat kesalahan itu jadi lebih ringan. Bukan untuk dia. Tapi untuk kamu sendiri.

Hari itu Dea kembali bisa mencermati daun yang melayang-layang. Lampu supermarket yang terang di tengah malam gelap. Air hujan yang kurus-kurus dan jatuh ke kubangan. Kupu-kupu di jalan raya …

Mereka begitu halus dan kecil. Hanya terlihat jika kita berdiri cukup dekat, dan tak cukup kuat memanggil jika kita berdiri terlalu jauh. Dea senang kembali berada di antara mereka. Dea senang mencermati mereka lekat-lekat dan tersenyum karena memang ingin tersenyum …

Keesokan harinya Dea mendapat telpon. Ketika memutuskan untuk mengalah, keadilan malah datang sendiri.



Komentar

Nia Janiar mengatakan…
Keadilan datang sendiri.

Mungkin karena selama ini Dea selalu berpikiran positif, akhirnya keadilan datang sendiri.

Positivity attract positivity.
salamatahari mengatakan…
semoga ... semoga ... terima kasihhh =D